Sabtu, 25 Juli 2009

Waspada Blog Anti Islam



Siapa di Balik Blog Anti Islam

Jumat, 21 Nov 2008 10:49 WIB

Kebencian terhadap Islam memang tidak pernah berhenti hingga hari Kiamat. Selalu saja ada musuh-musuh Islam yang mencari celah untuk menyatakan permusuhan mereka. Salah satunya adalah dengan blog.

Cara ini memang cukup efektif dan efesien. Efektif karena dengan cara ini penyebaran bisa tanpa batas. Dan efesien karena mereka membuat blog bisa gratisan.

Siapa saja yang getol bermain di lapangan blog penghina Islam ini?

Memang, begitu banyak blog yang terus saja muncul dan berkeliaran di dunia maya Indonesia. Secara umum, blog-blog tersebut banyak dibuat di penyedia jasa blog gratisan, semisal wordpress, multiply, dan lain-lain.

Kebanyakan tersebarnya informasi tentang situs-situs yang menghina Islam dan Nabi Muhammad berasal dari sebuah forum diskusi. Misalnya, situs lapotuak.wordpress.com tersebarnya melalui forum Faith Freedom (http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/). Situs ini sekarang memang sudah ditutup. Tapi, situs asalnya http://www.faithfreedom.org yang di miliki oleh Ali Sina sampai sekarang masih bisa diakses.

Siapa Ali Sina? Aslinya dari Iran. Setelah murtad, orang ini menjadi atheis dan tinggal di Amerika. Di sana, ia dan timnya membuat yayasan yang bernama Faith Freedom Internasional. Ia bertekad untuk menghantam Islam lewat lembaga ini.

Di suatu situs komunitas terbesar di Indonesia, Kaskus (http://www.kaskus.us) bahkan dulu ada satu thread khusus untuk saling menghujat yang diistilahkan dengan nama FC (fight club). Orang-orang bisa berdebat, mencaci maki, menghina, mengejek suatu agama tanpa ada batas.

Bahkan ada ‘orang gila’ yang membuat thread yang berjudul “Tantangan 2 x 24 jam kepada Allah nya umat Islam”. Si ‘orang gila’ ini menantang Allah, kalau benar Allah itu wujud dia minta dalam waktu 2 x 24 jam dia sudah mati. Sayang, sebelum 2 x 24 jam thread itu sudah di hapus oleh admin. Mudah-mudahan orang gila tadi juga dibuat mati oleh Allah.

Selain Ali Sina, ada lagi Roy Sianipar. Melalui situsnya http://roysianipar-islamjihadfuckupindonesia.blogspot.com/ dan http://poorestislamijihadinindonesia.blogspot.com/, ia selalu melontarkan hujatan-hujatan sangat kasar dan vulgar terhadap Nabi Muhammad dan Islam. Seperti halnya Ali Sina, orang ini pun belum diketahui keberadaannya. Ada blog yang menyebutkan bahwa si Roy ini tinggal di Australia, dan ia seorang gay.

Sebuah blog Islam malah sudah memberikan ancaman terhadap Roy: mengharapkan partisipasi blogger muslim untuk menginformasikan keberadaan ROY SIANIPAR kepada mereka. Akan ada tindakan khusus secara offline untuk Roy.

Bukan tidak mungkin, masih banyak makhluk-makhluk lain sejenis Roy ini yang hobinya menghujat dan menghina Islam dan Nabi Muhammad. Sangat di butuhkan peran aktivis blogger dan hacker muslim untuk menghentikan tindakan-tindakan mereka yang melampui batas itu.(fq)

pemikiran baru

Memahami Amrozi
Oleh: By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Amrozi dan dua temannya sudah dieksekusi dan sudah berada di alam
sana. Apakah ia diterima Alloh SWT sebagai pembunuh atau pejuang tidak
ada yang bisa mengkomfirmasi. Tetapi perdebatan tentang Amrozi sejak
ia menerima vonis hukuman mati dengan tersenyum hingga pelaksanaan
eksekusi mati yang terkesan tertunda-tunda, bahkan pada bagaimana
ekpressi masyarakat mengantar ke liang kubur masih meninggalkan kesan
kontroversi, sesungguhnya Amrozi dan kawan-kawannya itu pelaku
terorisme atau korban konspirasi global Negara Barat khususnya Amerika
(dan Israel) berkaitan dengan politik hegemoni sumber energi. Hingga
kini, yang belum terjawab tuntas dari fakta lapangan adalah , benarkah
bom Bali yang sangat dahsyat dan “bernuklir” itu produk rakitan Amrozi
? Jika iya,maka betapa luar biasanya kepandaian Amrozi yang menyamai
Amerika, Jerman, dan Israel, yang sudah barang tentu menjadi lebih
hebat dibanding Pindad. Sampai hari ini belum ada yang bisa
menjelaskan hal ini dengan argument yang logis. Jika bom dahsyat itu
bukan produk Amrozi,lalu siapa yang naroh disitu,numpang dua bom
rakitan Amrozi ?

Bagi orang yang sudah biasa menggunakan logika spionase, mudah saja
menjawab pertanyaan itu, karena infiltrasi dalam aksi spionase
merupakan hal yang lumrah dan bahkan wajib. Jejak teror dalam perang
spionase selalu dicitrakan sebagai perbuatan musuhnya, yang hasilnya
akan digunakan sebagai pembenaran atas aksi balasan terbuka dalam
skala besar.

Baiklah, Amrozi sudah almarhum, tapi mari kita coba untuk memahami,
siapa sesunguhnya Amrozi dan mengapa ia menjadikan Bali sebagai
sasaran tembakan aksinya. Ketika saya dikukuhkan sebagai guru besar
Psikologi Islam di Fakultas Psikologi UIN , kebetulan saya menulis
pidato dengan judul, Pencegahan Terorisme dengan Pendekatan Indigenous
Psychology. Tak disangka, pasca pidato pengukuhan saya banyak sekali
dihubungi orang berkaitan dengan terorisme. Saya jadi kenal pak Arsyad
Mbay dari desk terorisme menko Polkam. Radio Suara Amerika bahkan
empat kali melakukan wawancara dengan saya setiap kali ada issue
terorisme. Saya bahkan dihubungi oleh “orang” yang menurut
pengakuannya disuruh oleh Dr.Azhari, dimana ia katanya ingin berjumpa
dengan saya dengan maksud ingin menyampaikan pesan kepada Bapak
Presiden SBY bahwa Dr Azhari tidak sedang memusuhi Indonesia, tetapi
memusuhi Amerika. Lebih dari 30 kali SMS saya terima dari “Dr.
Azhari”, tetapi tak pernah bisa di konfirmasi. Kenapa harus menyebut
Dr.Azhari ?,karena untuk bisa memahami Amrozi, sosok Dr.Azhari bisa
menjad ibandingan.

Amrozi pemuda lembut dari Trenggulun, tetapi jiwanya sudah menyatu
dengan mujahidin Afgan ketika ia berada di Malaysia. Malaysia memang
simpang lalulintas “mujahidin”, baik mujahidin ke Afgan,Moro, Thailan
Selatan, Bosnia, Chehnya maupun GAM. Ketika Uni Sovyet menduduki
Afganistan, datanglah mujahidin dari banyak negeri Islam termasuk dari
Indonesia ke Afganistan dengan missi jihad mengusir tentara kafir dari
negeri Islam. Amerika yang musuhnya Uni Sofyet memandang kedatangan
mujahidin dari seluruh negeri Islam sebagai partner. Maka di Peshawar
Pakistan, dengan instruktur dari CIA (Amerika) dibantu M 16 (Ingris),
ISI (pakistan) dan didanai oleh Arab Saudi, didirikanlah pusat
pelatihan mujahidin Afgan dan non Afgan. Lebih dari 100 ribu mujahidin
digembleng disitu dan dilatih menggunakan senjata-senjata canggih.
Peshawar bukan hanya pusat latihan mujahidin, tetapi juga menjelma
menjadi semacam kampus fundamentalisme. Di situ berkumpul para pejuang
dari berbagai negeri Islam yang siap mati demi kejayaan Islam
universal.. Mereka berkumpul tidaklagi menggunakan identitas negeri,
tetapi sudah denganidentitas Islam mujahidin.

Ketika tentara Uni Sovyet berhasil diusir dari Afganistan, para
mujahidin merasa merekalah yang mengusirnya, tetapi Amerika yang
melatih merasa Amerikalah yang berhasil mengalahkan Uni Sovyet.
Perasaan berhasil dalam diri mujahidin membuat mereka memiliki konsep
diri positip, yaitu bahwa dengan jihad, negara superpower seperti Uni
Sovyetpun dapat dikalahkan. Oleh karena itu seusai Afganistan,
gelombang mujahidin merasa terpanggil untuk berjihad dimanapun orang
Islam teraniaya. Mereka ada yang pergi ke Bosnia, keChehnya, ke
Philipina Selatan (Moro). Mujahidin asal Indonesia juga sigap-ke Ambon
dan Poso ketika masyarakat muslim dipojokkan disana.

Ketika Amerika melakukan politik standar ganda dan memborbardir banyak
negeri Islam, alumni mujahidin Afgan termasuk Imam Samudera berbalik
arah melawan Amerika yang semula menjadi pelatihnya di Peshawar.
Ketika Presiden Bush mengancam akan mengejar teroris dimanapun ia
berada, maka mujahidin juga menjawab sebanding, mereka akan mengganggu
kepentingan Amerika di negeri manapun. Di Malaysia, kelompok Mujahidin
memang menemukan lahan yang menarik,karena dari sana mereka juga lebih
mudah pergi ke Libya, dan ketika itu Muammar Gadafi memang musuh
kentalnya Amerika. Amrozi meski tidak ikut ke Afganistan, tetapi ia
sudah larut dalam psikologi mujahidin karena diMalaysia mereka berada
dalam satu komunitas..

Perang antara Amerika dan Mujahidin akhirnya menjadi perang global.
Amrozi dan Imam Samudera tidak lagi merasa menjadi orang Indonesia,
tetapi sebagai bagian dari muslimdunia yang sedang berhadapan dengan
super power Amerika. Psikologi perang itu berbeda dengan psikologi
damai. Di Basrah Irak, pesawat super modern Amerika langsung menembak
sebuah mobil bak yang sedang membawa tiang listrik , karena dalam
pandangan mata pilot yang sedang perang, tiang listrik itu adalah
moncong meriam tank, padahal teknologi sudah sangat modern.

Begitupun Amrozi cs, pertama ia berperang dengan orang Amerika,
berikutnya, semua orang kulit putih dipersepsi sebagai Amerika,’.
Karena di Amerika kebanyakan orang penganut Keristen, makaorang
Kristen Indonesia juga dipersepsi sebagai kaki kaki tangan msuh.
Begitulah psikologi orang perang, hingga mereka tidakbisa membedakan
antara orang Amerika dengan orang Australia.

Sesungguhnya perang antara Amerika dengan mujahidin adalah perang
antara dua terors,yang satu teroris besar yang dijalankan oleh negara,
melawan teroris terpojok dengan senjata apaadanya.

Pertemuan team asistensi PBB di Jakarta yang ditugasi membuat definisi
terorisme akhirnya gagal mendefinisikan, karena setelah disebut ciri
teroris ada tiga;

Pertama mereka menyebarkan rasa takut kepada publik,

Kedua menghancurkan infrastruktur publik,seperti gedung dan jembatan,

Ketiga menimbulkan korban tak berdosa dalam jumlah yang sangat besar.

Dari tiga ciri itu ternyata teroris yang paling besar adalah Amerika
Serikat. Jadi siapa Amrozi ?silahkan di renung sendiri.

Senin, 06 Juli 2009

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SAAT INI

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SAAT INI
A. Pendahuluan
Tahun 1998 merupakan titik awal munculnya reformasi pendidikan di Indonesia. Bersamaan dengan tahun ini pula, krisis ekonomi, sosial, dan politik melanda masyarakat dan bangsa Indonesia ini. Krisis ini menuntut adanya usaha keras untuk memperbaiki atau untuk mencapai keadaan kehidupan yang lebih baik, kita mengenalnya dengan istilah reformasi.
Emil Salim menekankan arti reformasi untuk perubahan dengan melihat keperluan masa depan. Din Samsudin sebagaimana dikutip H.A.R. Tilaar menekankan kepada kembali dalam bentuk asal .
Dalam hal ini, jelaslah bahwa reformasi merupakan suatu usaha pembaharuan menyeluruh dari suatu sistem kehidupan dalam aspek-aspek politik, ekonomi, hukum juga termasuk pendidikan, khususnya pendidikan Islam.
Sejak awal abad ke-20, masyarakat Muslim di Indonesia telah melakukan reformasi (pembaharuan). Reformasi ini dirintis oleh tokoh pelopor pembaharu pendidikan Islam Minangkabau, seperti Syekh Abdullah Ahmad, Zainudin Labai El-Yunus dan lain-lain, juga dalam bentuk organisasi-organisasi Islam seperti Jamiat Khair, Al-Irsyad, Persyarikatan Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), dan Nahdatul Ulama di daerah lain . Akan tetapi, perubahan itu memiliki motivasi yang betul-betul pragmatis, yaitu bagaimana mengimbangi pendidikan umum yang berkembang pesat yang semata-mata diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan kolonialisme .
Mengikuti pertimbangan dan perubahan zaman yang cepat, dengan proses perkembangan teknologi oleh pengguna ilmu pengetahuan terapan, dilandasi dengan ekspansi produk besar-besaran dengan menggunakan tenaga mesin untuk tujaun pasaran yang luas bagi barang-barang produsen maupun konsumen, melalui angkatan kerja yang terspesialisasikan dengan pembagian kerja, seluruhnya disertai oleh urbanisasi yang meningkat, yang dikenal dengan era industrialisasi dan globalisasi .
Oleh karena itu, kita memerlukan lembaga-lembaga perguruan tinggi yang berfungsi bukan hanya dapat mengembangkan budaya bangsa dengan menepis unsur-unsur luar yang positif bagi penyempurnaan dan perkembangan kebudayaan kita sendiri, tetapi juga berfungsi watch dog atau kata hati suatu bangsa .
Hal ini berarti bahwa perguruan (pendidikan) tinggi harus mampu memacu pembangunan tenaga kerja dalam menciptakan tenaga kerja mandiri, profesional, beretos kerja tinggi, berdaya saing tinggi, dan cepat tanggap terhadap perubahan teknologi.
B. Sekilas tentang Orientasi Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan adalah keindahan proses belajar mengajar dengan pendekatan manusianya (mancentered), dan bukan sekadar memindahkan otak dari kepala-kepala atau mengalihakn mesin ke tangan, dan sebaliknya. Pendidikan lebih dari itu, pendidikan menjadikan manusia mampumenaklukkan masa depan dan menaklukkan dirinya sendiri dengan daya pikir, daya dzikir, dan daya ciptanya. Dari sudut pandang masyarakat, pendidikan adalah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keterampilan dalam kehidupan. Sosiolog Emile Durkheim, dalam karyanya Education and Sosiology (1956), sebagaimana dikutip Saefudin menyatakan bahwa pendidikan merupakan produk masyarakat itu sendiri, yaitu mampu hidup konsisten mengatasiancaman dan tantangan masa depan. Nabi SAW bersabda: “Didiklah anak-anak kamu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamanmu”. Jadi, pendidikan harus berorientasi masa depan, harus futuristik. Sementara itu, dari sudut pandang individu, pendidikan adalah proses perkembangan, yakni perkembangan potensi yang dimiliki secara maksimal dan diwujudkan dalam ,bentuk konkrit, dalam arti perkembangan menciptakan sesuatu yang baru dan berguna untuk kehidupan masa mendatang .
Abdurrahman al-Bani sebagaimana dikutip Adi Sasono menggambarkan bahwa pendidikan mencakup 3 faktor yang mesti dilakukan secara bertahap.
1. Menjaga dan memelihara anak.
2. Mengembangkan potensi dan bakat anak sesuai dengan minat/bakatnya masing-masing.
3. Mengarahkan potensi dan bakat anak agar mencapai masyarakat dan kesempurnaan .
Dalam studi kependidikan, sebutan “Pendidikan Islam” pada umumnya dipahami sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Dapat juga digambarkan bahwa pendidikan yang mampu membentuk “manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan anggun dalam moral”. Hal ini berarti menurut cita-citanya pendidikan Islam memproyeksi diri untuk memproduk “insan kamil”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun diyakini baru (hanya) Nabi Muhammad SAW yang telah mencapai kualitasnya. Pendidikan Islam dijalankan atas roda cita-cita yang demikian dan sebagai alternatif pembimbingan manusia agar tidak berkembang atas pribadi yang terpecah, split of personality, dan bukan pula pribadi timpang.
Manusia diharapkan tidak materialistik atau aspiritualistik, amoral, egosentrik atau antrosentris, sebagaimana yang secara ironis masih banyak dihasilkan oleh sistem pendidikan kita dewasa ini. Untuk meraih tujuan yang ideal itu, maka realisasinya harus sepenuhnya bersumber dari cita-cita al-Qur’an, sunnah, dan ijtihad-ijtihad yang masih berada dalam ruang lingkupnya .
Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa prinsip utama pendidikan Islam adalah pengembangan berpikir bebas dan mandiri secara demokratis dengan meperhatikan kecenderungan peserta didik secara individual yang menyangkut aspek kecerdasan akal dan bakat yang dititik beratkan ialah prinsip pendidikan Islam: demokrasi dan kebebasan, pembentukan ahlak karimah, sesuai kemampuan akal peserta didik, diversifikasi metode, pendidikan kebebasan, orientasi individual, bakat ketrampilan terpilih, proses belajar dan mencintai ilmu, kecakapan berbahasa dan dialog, pelayanan, sistem universitas, dan rangsangan penelitian .
Dengan meninjau kembali program pendidikan strata satu (S1) di semua jurusan yang ada diIAIN, baru ditunjukkan untuk memahami dan mengamalkan hasil dari pemahaman para ulama masa lalu terhadap wahyu. Belum diarahkan untuk mengembangkannya, juga belum diarahkan untuk memenuhi wahyu secara langsung .
Selanjutnya, Dawam Raharjo sebagaimana dikutip Tobroni dan Syamsul Arifin juga
mengatakan bahwa sistem pendidikan kita dewasa ini lebih mengutamakan makna bagaimana orang menerima pengetahuan, tetapi tidak membentuk orang untuk dapat menciptakan dan tidak merangsang orang untuk berpikir. Sistem pendidikan kita hanyalah merupakan sistem pendidikan yang orientasinya pada sistem bukan pada ketrampilan .
Dalam Al-Qur’an (Q.S [2]: 269) dan (Q.S [3]: 190-191) bahwa Ulul Albab (cendekiawan muslim) itu adalah kelompok intelektual beriman yang mampu menyatukan kekuatan zikir dan fikir (refleksi dan penawaran), di samping punya kebajikan (hikmah) dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah dunia dan kemanusiaan .
Disisi lain, H.A.R Tilaar, mengutarakan pendidikan tinggi Islam di Indonesia dewasa ini (IAIN) dengan paradigmanya menganut paham dualisme ilmu pengetahuan . Dalam hal ini, A. Malik Fajar sebagaimana dikutip Muslih Usa dan Aden Wijzan SZ
memberikan penilaian objektif terhadap animo calon peserta didik di lembaga pendidikan Islam:
“Kurang tertariknya masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan Islam bukan terjadi karena adanya pergeseran nilai atau ikatan keagamaannya yang memulai memudar,melainkan sebagian besar kurang menjanjikan dan kurang responsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini maupun mendatang. Padahal paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan, yaitu nilai (agama), status sosial, dancita-cita ……”.

Sampai saat ini, pemikiran dan pendidikan Islam akan terus menghadapi dilema
berkepanjangan. Secara praktis pemikiran dan pendidikan Islam tidak bisa keluar dari pergumulan pemikiran ilmiah yang lahir dari pemikiran Barat Modern. Melalui jalan ini diharapkan akan muncul berbagai konsep sebagai pemecahan problem, dilema pemikiran, dan pendidikan Islam, serta pemecahan terhadap persoalan kemanusiaan Universal .
C. Problema-problema Sistem Pendidikan Islam Dewasa Ini
Sebagaimana kita ketahui, bukan hanya di Indonesia saja, bahkan di seluruh dunia, orang selalu tidak puas dengan hasil-hasil yang diperoleh oleh perguruan tinggi. Masyarakat selalu menuntut lebih dari apa yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Hal itu disebabkan perubahan dalam masyarakat dan perguruan tinggi menjadi lebih cepat.
Problem-problem pendidikan Islam itu antara lain sebagai berikut.
1) Penggunaan pemikiran Islam klasik, yaitu pemikiran sebagai produk masyarakat ratusan tahun yang lalu, yang jauh berbeda dari status sosial di mana pendidikan Islam harus berperan di dalamnya. Akibatnya, setiap materi keislaman ditempatkan dalam susunan kurikulum yang kurang memberi peluang pengembangan daya kritis dan kreatif dengan metode yang relevan dan banyak dikaji dalam pemikiran modern. Misalnya, rumusan tujuan setiap bidang studi, lebih ditekankan sebagai pendidikan profesi daripada pengembangan ilmu dalam repetisi formulasi “mengetahui, menghafal, dan mengamalkan” di semua fakultas dan jurusan di lingkungan IAIN. Sistematika jurusan di berbagai fakultas di IAIN dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) lain, misalnya juga kurang memiliki dasar teoriterial dan relevansi dengan dunia objektif umat. Permasalahan yang berkaitan dengan situasi objektif pendidikan Islam, yaitu adanya krisis konseptual. Krisis konseptual tentang definisi atau pembatasan ilmu-ilmu di dalam sistem pendidikan Islam itu sendiri, atau dalam konteks Indonesia adalah sistem pendidikan nasional. Krisis konseptual yang dimaksud adalah pembagian ilmu-ilmu di dalam Islam, yaitu pemisahan ilmu-ilmu profane (ilmu-ilmu keduniaan) dengan ilmu-ilmu sakral (ilmu-ilmu agama). Di dalam sejarah yang terkenal dengan historical accident (kecelakaan sejarah). Ketika itu, ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh ahli ra’yu (rasional) ditentang oleh fuqaha. Ahli ra’yu yang dipelopori olehtokoh-tokoh mu’tazilah mengalami kekalahan kemudian tersingkir.
2) Krisis kelembagaan disebabkan karena adanya dikotomi antara lembaga-lembaga pendidikan yang menekankan pada salah satu aspek dari ilmu-ilmu yang ada, apakah ilmu-ilmu agama ataukah ilmu-ilmu umum. Misalnya dengan adanya dualisme sistem pendidikan, pendidikan agama yang diwakili oleh madrasah dan pesantren dengan pendidikan umum, di tingkat perguruan tinggi terdapat IAIN dengan perguruan tinggi umum.
3) Pendidikan Islam krisis metodologi dan krisis paedagogik. A. Mukti Ali pada awal menjabat sebagai Menteri Agama RI menyadari betapa lemahnya metodologi yang dimiliki Islam pada umumnya dan IAIN pada khususnya. , Sekarang ini makin banyak kecenderungan di kalangan lembaga-lembaga Islam bahwa yang terjadi adalah lembaga merupakan process teaching proses pengajaran daripada procces learning, proses pendidikan. Proses pengajaran hanya mengisi aspek kognitif/intelektual, tapi tidak mengisi aspek pembentukan pribadi/watak sehingga pendidikan tidak lagi dipahami sebagai proses long life education. Isu seperti ini menjadi sangat relevan dengan zaman sekarang, yang disebut sebagai jaman pascamodernisme (posmodernisme); suatu masa di mana globalisasi mengakibatkan semakin dislokasi kekacauan sosial atau juga displacement, banyak orang yang tersingkir dan teralienasi, dan lain sebagainya. Orang-orang yang berkepribadian kuat dan berkarakter akan lebih tangguh menghadapi globalisasi ataupun dampak-dampak negatifnya.
4) Krisis Orientasi. Lembaga-lembaga pendidikan Islam atau sistem pendidikan Islam pada umumnya lebih berorientasi ke masa silam daripada masa depan. Oleh karenanya anak didik tidak dibayangkan tantangan-tantangan masa depan.
5) Masih terlalu tergantung pada pola pendidikan yang digariskan pemerintah, yakni pendidikan untuk menopang program pembangunan.
6) Kekurangan dana sehingga pendidikan Islam diorientasikan kepada seluruh konsumen pendidikan Islam juga didikte oleh lembaga penentu lapangan kerja.
7) Masih labilnya sistem pendidikan nasional.
8) Perkembangan kebudayaan dan perubahan masyarakat yang cepat sehingga dunia pendidikan semakin tidak berdaya berkompetensi dengan laju perubahan masyarakat dan perkembangan kebudayaan.
9) Apresiasi masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam yang belum cukup menggembirakan dan hambatan psikologis yang bermula dari ketidakberdayaan pendidikan Islamdalam memenuhi logika persaingan.
10) Adanya pelapisan sosial yang didasarkan pada ukuran serba materialistik dan menyebabkanmasyarakat berlomba menyerbu sekolah atau lembaga pendidikan favorit, dengan tidak mengindahkan lagi aspek ideologis yang tersembunyi di baliknya.
11) Adanya kecenderungan mismanagement, misalnya persaingan yang tidak sehat antar pimpinan dan kepemimpinan yang tertutup.





D. Beberapa Alternatif ke Arah Reformasi Pemikiran dan Praktik Sistem
Pendidikan Islam
Penataan kembali sistem pendidikan Islam, tidak cukup hanya dilakukan dengan sekadarmodifikasi atau tambal sulam. Upaya demikian memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi, danreorientasi, antara lain sebagai berikut.
1) Dibutuhkan suatu konsep yang menjernihkan ambivalensi dasar filsafat, tujuan, metode, dankurikulum pendidikan Islam. Pemanfaatan teori pendidikan dari filsafat Barat dengan tetapmenjadikan ajaran Islam sebagai sumber kurikulum akan berhadapan dengan tuntutan relevansi yang tidak bisa dihindari.
2) Reformulasi; merumuskan kembali ilmu-ilmu Islam. Persoalan ini tidak sederhana, bukanhanya persoalan konseptual, tetapi juga persoalan-persoalan yang kadang-kadang sarat denganideologis. Moh. Shobari menjelaskan bahwa terjadinya proses ideologis terhadap Islam karenamenganggap ilmu-ilmu Islam (ilmu-ilmu agama) adalah ilmu yang paling tinggi. Sikap inimenyebabkan ilmu-ilmu eksakta terlantarkan.
3) Pengembangan sikap penerimaan kultural yang sadar terhadap perubahan akan menciptakan sistem pendidikan yang lebih berorientasi ke masa depan (future oriented), tidak hanyasekadar berorientasi ke masa belakang (past oriented).
4) Rekontruksi kelembagaan. IAIN mungkin ada baiknya meniru al-Azhar, dalam pengertiansudah saatnya di IAIN harus dikembangkan fakultas-fakultas umum. Gagasan semacam ini sudahdilontarkan sejak dini dan sekarang IAIN Jakarta, IAIN Yogyakarta, STAIN Malang, IAINBandung, dan IAIN Riau telah dijadikan proyek pengembangan IAIN sebagai universitas.
5) Perumusan kembali makna pendidikan. Sesuai dengan pendapat Naquib Al Attas bahwaproses pendidikan Islam yang kita tempuh lebih baik menggunakan istilah ta’dib daripada tarbiyah.Oleh karena ta’dib mengandung proses inkulturasi dan proses pembudayaan. Tidak hanya prosesintelektualisasi, tetapi karena ta’dib adalah manusia yang betul-betul berbudaya, berkarakter, danberakhlak. Kalau tarbiyah hanya lebih menekankan aspek intelektualisme dan kognitif sehinggamengalami kepincangan.
6) Keharusan dilakukan pendekatan baru dalam proses kependidikan itu sendiri. Pendidikanharus dipahami sebagai proses yang berkelanjutan dan berkeseimbangan.
7) Penumbuhan semangat scientific inguiry (semangat penelitian ilmiah) dan semangat ingintahu pada anak didik.
Sehubungan dengan hal ini, A.M. Saefudin, dkk. menjelaskan bahwa di dalam meningkatkansumber daya insani yang berkualitas perlu dilakukan positiviensi, pengembangan, dan peningkatandelapan hal berikut dalam rangka memperbaiki kesiapan kita menyongsong tantangan masa depan.
1. Daya baca terhadap perkehidupan yang sedang dijalani.
2. Daya jawab terhadap problematika yang muncul.
3. Integrasi pribadi (menghilangkan split of personality).
4. Integrasi wawasan (menghilangkan dikotomi pandangan).
5. Kemampuan memelihara alam.
6. Kemampuan menjabarkan misi Islam.
7. Orientasi kosmopolit.
8. Input sains, teknologi dan metodologi.
Dengan menyadari kelemahan dan kepincangan sistem pendidikan tinggi Islam yang berjalan selama ini, hendaknya menjadi motivasi bagi kita untuk menciptakan sistem pendidikan Islam sebagai alternatif yang responsif terhadap perkembangan, perubahan, dan kebutuhan masyarakat dengan tidak melepaskan tujuan dan dasar yang asasi dari pendidikan Islam itu sendiri.

E. Penutup
Berdasarkan deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kelemahan dan kepincangan sistem pendidikan Islam yang telah berjalan dan terlaksana selama ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.
a. Ketidaksiapan dunia Islam dalam mempersiapkan proses dan pelahiran sistem alternatif pendidikan Islam yang dinamis dan adaptif terhadap tuntuan dunia baru.
b. Ketidakmampuan dunia Islam pada umumnya dalam membaca dan mempersiapkan antisipasi terhadap perkembangan dan perubahan zaman. Dalam menghadapi perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang begitu cepat, maka sistem pendidikan Islam harus future oriented, baik dari segi dasar filosofisnya, metode, kurikulum, maupun dari segi lainnya sehingga menghasilkan output (para lulusan yang berkualitas dan mampu berperan di tengah masyarakat dengan tidak melepaskan identitasnya yang asasi).

Endnote

Kamis, 25 Juni 2009

copy of ilmu kalam

ILMU KALAM



BAB I
Pengertian Ilmu Tauhid, Nama-namanya yang lain, Manfaat, Tujuan dan Sumbernya

A. Pengertian ilmu tauhid
Perkataan Tauhid berasal dari Bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada-Yuwahhidu. Secara Etimologis, tauhid berarti Keesaan. Maksudnya, ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah.
Husain Affandi al-Jasr mengatakan :
“ Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan Akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan “.
Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain, ibnu Khaldun mengatakan bahawa Ilmu Tauhid adalah :
“ Ilmu yang berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil Aqliyah dan berisi pula alas an-alsan bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng Aqidah Salaf dan Ahli Sunnah “.
Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi yang lain yang dikemukakan oleh para Ahli. Nampaknya, belum ada kesepakatan kata dintara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini. Meskipun demikian, apabila disimak apa yang tersurat dan tersirat dari definisi-definisi yang diberikan mereka, masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, Rasul, atau Nabi, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang sudah mati.
Para Ulama’ sependapat, mempelajari Tauhid hukumnya wajib bagi seorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alas an rasio bahwa Aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam islam, tetapi juga didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist.

B. Nama-nama Ilmu Tauhid
Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid karena pokok bahasannya dititik beratkan kepada keesaan Allah SWT. Ilmu ini dinamakn ilmu kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasi-argumentasi filosofis dengan menggunakan Logika atau Mantik.
Ilmu Tauhid dinamakan juga ilmu Ushuluddin karena objek bahasan utamanya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran islam.
Meskipun nama yang diberikan berbeda-beda, namun inti pokok pembahasan ilmu tauhid adalah sama, yaitu wujud Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya.

C. Manfaat, Tujuan, dan Sumber ilmu Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat :
1. Sebagai sumber dan motifator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist. Namun dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli.


BAB II
Pertumbuhan dan Perkembangan ilmu Tauhid

A. Lahirnya ilmu tauhid
Apa yang melatarbelakangi keberadaan tauhid sebagai ilmu yang berdiri sendiri ? Sebenarnya banyak sekali factor yang mendorong kehadiran tauhid sebagai ilmu. Namunjika dikaji secara keseluruhan, ia dapat dikelompokkan kepada 2 faktor yaitu intern dan ekstern. Berikut ini ringkasan dari uraian Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Al-Islam mengenai kedua factor tersebut.
1. Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern adalah factor yang berasal dari islam sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. al-Qur’an disamping berisi masalah ketauhidan, kenabian. Dan lain-lain berisi pula semacam apologi dan polemic, terutama terhadap agama-agama yang ada pada waktu itu, misalnya :
1. Surat al-Maidah ayat 116 berisi penolakan terhadap ketuhanan Nabi Isa.
b. Pada periode pertama masalah keimanan tidak dipersoalkan secara mendalam. Setelah Nabi wafat dan Ummat islam bersentuhan dengan kebudayaan dan peradaban asing, mereka mulai mengenal Filsafat, merekapun menfilsafati al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara lahir nampak satu sama lain tidak sejalan, bahkan kelihatan bertentangan. Hal tersebut perlu dipecahkan sebaik mungkin, dan untuk memecahkannya perlu sutu ilmu tersendiri.
c. Masalah politik, terutama yang berkenaan dengan khalifah, menjadi factor pula dalam kelahiran ilmu tauhid.

2. Faktor Ekstern
Yang dimaksud dengan faktor ekstern ialah factor yang datang dari luar islam. Faktor tersebut antara lain ialah pola piker ajaran agama lain yang dibawa oleh orang tertentu, termasuk Umat Islam yang dahulunya menganut agama lain ke dalam ajaran islam.
B. Ketauhidan di Zaman Nabi dan Khulafaur Rasyidin
Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin Khattab ( 634-644 ) problema keagamaan juga masih relative kecil termasuk masalah aqidah. Tapi setelah Umar wafat dan Ustman bin Affan naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun timbul. Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi asal Yaman yang mengaku Muslim, salah seorang penyulut pergolakan.
Meskipun itu ditiupkan, Abdullah bin Saba’ pada masa pemerintahan Ustman namun kemelut yang serius justru terjadi di kalangan Umat Islam setelah Ustman mati terbunuh ( 656 ).
Perselisihan di kalangan Umat islam terus berlanjut di zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib ( 656-661 ) dengan terjadinya perang saudara, pertama, perang Ali dengan Zubair, Thalhah dan Aisyah yang dikenal dengan perang jamal, kedua, perang antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan perang Shiffin.
Pertempuran dengan Zubair dan kawan-kawan dimenangkan oleh Ali, sedangkan dengan Muawiyah berakhir dengan tahkim ( Arbritrase ).
Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan tumbuhnya aliran-aliran Teologi dalam islam sebagaimana dijelaskan nanti pada Bab VII.
C. ketauhidan di Zaman Bani Umayyah dan seterusnya
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.
Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M ) Filsafat Yunani dan Sains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat.
Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.
Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.
Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.


BAB III
Tauhid dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist

Pada dasarnya inti pokok ajaran al-Qur’an adalah Tauhid, Nabi Muhaammad SAW diutus Allah kepada Umat manusia adalah juga untuk mengajarkan ketauhidan tersebut, Karena itu ajaran Tauhid yang terdapat di dalam al-Qur’an dipertegas dan diperjelas oleh Rasulullah SWA sebagaimana tercermin dalam Hadistnya.
Penegasan Allah SWT dalam al-Qur’an yang mengatakan bahwa Allah SWT itu Maha Esa, antara lain :
1. Surat Al-ikhlas ayat 1 sampai dengan 4
2. Surat Al-Zumar ayat 4
3. Surat Al-Baqarah ayat 163
4. Surat An-Nisa’ ayat 171
5. Surat Al-Maidah ayat 73
6. Surat Al-Anbiya’ ayat 22
Keesaan Allah SWT tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi juga esa pada sifat dan af’al ( perbuatan )-Nya. Yang dimaksud Esa pada zat adalah Zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa juzu’ ( bagian ). Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan tak seorangpun yang mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah SWT.



BAB IV
Naluri Beragama

Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah berupa kepercayaan terhadap adanya zat yang Maha Kuasa, yang dalam istilah agama disebut Tuhan.
Para ahli Tafsir mengatakan, fitrah artinya ciptaan atau kejadian yang asli, kalau ada manusia kemudian tidak beragama tauhid berarti telah terjadi penyimpangan dari fitrahnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan tempat ia hidup, pemikiran yang menjauhkan dari agama tauhid dan sebagainya.
Karena naluri beragama tauhid merupakan fitrah maka ketauhidan dalam diri seseorang telah ada sejak ia dilahirkan, untuk menyalurkan dan memantapkan naluri itu, Allah SWT mengutus Nabi atau Rasul yang memberikan bimbingan dan petunjuk ke jalan yang benar sehingga manusia terhindar dari kesesatan.


BAB V
Aplikasi Keimanan dalam berbagai Aspek Kehidupan

A. Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Kalam.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu kalm dan filsafat adalah :
!. Dalam ilmu kalam, filsafat dijadikan sebagai alat untuk membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan dalam filsafat sebaliknya, ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan hasil-hasil filsafat.
2. Pembahasan dalam ilmu kalam terbatas pada hal-hal yang tertentu saja.Masalah yang dimustahilkan al-Qur’an mengetahui tidak dibahas oleh ilmu kalam tetap dibahas oleh filsafat.
B. Tauhid sebagai Aqidah dan Filsafat Hidup.
Akidah islam sering disebut tauhid. Ajaran tauhid disebut pula ajaran monoteisme, Akidah ini sudah ada sejak zaman Nabi Adam a.s. sebagai seoarang Nabi dan Rasul, Adam telah membawa Akidah ketauhidan tersebut, suatu akidah yang diberikan Allah kepada beliau. Karena itu, Umat islam yakin, Nabi Adam menganut paham monoteisme dan tidak mungkin menganut paham politeisme/kemusyrikan.
Nabi Adam tahu betul tentang Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.
Dengan keyakinan bahwa Akidah ketauhidan sudah ada sejak Nabi Adam a.s. Umat islam menolak teori ch. Darwin dan pengikutnya mengenai evolusi tentang asal-usul agama.
Alasan yang biasa dikemukkan dalam penolakan teori tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kalau agama islam muncul melalui proses evolusi sesuai dengan tingkat dan kemajuan ilmu pengetahuan berarti agama islam adalah produk manusia. Sedangkan islam adalah agama wahyu, dating dari Allah SWT. Ia bukan kebudayaan, sekalipun ia melahirkan kebudayaan dan peradaban.
2. Kalau Adam a.s adalah seorang Nabi, tentu ia diberi bekal oleh Allah SWT dengan agama tauhid atau monoteisme. Dalam kepercayaan Umat berima, Adam adalah Nabi.
Ilmu Tauhid secara garis besar adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bertauhid dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Hadist. Petunjuk al-Qur’an dan Hadist inilah yang dikaji secara mendalam oleh para Ulama’. Namun karena pola piker, latar belakang, metode pendekatan, dan sudut pandang yang berbeda, hasil pemikiran merekapun selalu tidak sama. Jangankan antar Madzhab, di dalam satu Madzhab saja perbedaan itu terjadi, sehingga muncul sekte-sekte.
Jalan yang paling aman dan dekat untuk mengenal Tuhan adalah dengan memperhatikan dan meneliti alam semesta. Al-Qur’an selalu mendorong manusia agar mau memperhatikan dan memikirkan apa yang ada dan terjadi di dalam alam raya ini, bukan saja alam yang berada di luar dirinya, tapi juga apa yang ada dalam diri manusia itu sendiri.


C. Pendidikan dan Pengajaran Tauhid.
Pendidikan dan pengajaran merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan dan pengajaran itulah Umat manusia dapat maju dan berkembang biak, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang membawa kepada kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka.
Yang dimaksud dengan pendidikan tauhid di sini ialah pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia memiliki jiwa tauhid yang kuat dan mantap dan memiliki tauhid yang baik dan benar. Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan tulisan, tetapi juga bahkan ini yang terpenting dengan sikap, tingkah laku perbuatan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengajaran tauhid ialah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik pada kebahagiaan hidup dunia dan ukhrawi.
Pendidikan dan pengajran tauhid, baik yang berhubungan dengan akidah maupun dalam kaitan dengan ibadah, akanmenanamkan keikhlasan pada diri seseorang dalam setiap tindakan atau perbuatan pengabdiannya. Keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah inilah yang membuat tauhid bagaikan pisau bermata dua, satu segi untuk kehidupan di Akhirat, sisi lain untuk kehidupan di dunia.
D. Tauhid dan Pembinaan Kepribadian.
Pembentukan kepribadian taqwa berkaitan sangat erat dengan tauhid. Penanaman tauhid yang baik dan benar kepada anak akan sangat menentukan terwujudnya kepribadian takwa tersebut. Pertama, tauhid merupakan fondasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan kehidupan manusia, termasuk jepribadiannya, dengan makin kuat dan kokohnya tauhid, makin baik dan sempurna kepribadian takwa seseorang. Kedua, tauhid merupakan aspek batin yang memberikan motivasi dan arah bagi perkembangan kepribadian manusia.
E. Tauhid dan Kesehatan mental.
Jika akidah atau keyakinan sebagaimana diajarkan islam di atas tertanam dalam jiwa seseorang, mentalnya akan kuat, jiwa tidak tergoncang hanya oleh karena orang lain tidak memberikan penghargaan kepada-Nya.

F. Ilmu dan Akidah.
Dalam membina akidah dan ibadah, agama juga tidak bisa berjalan sendiri, Ia harus dibantu oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dapat menjelaskan dan menafsirkan arti dan makna akidah dan ibadah secara rsional sehingga ia tidak hanya diterima dengan rasa ( iman ) tapi juga diterima dengan rasio. Hal ini akan lebih memantapkan rasa keberagamaan dan keyakinan seseorang serta menumbuhkan kesadarannya yang mendalam untuk memperkuat iman dan melaksanakan ibadah dengan baik dan benar.

BAB VI
Manusia dan Lingkungan Hidup dalam Akidah Islam

Sebenarnya jauh sebelum masalah lingkungan hidup muncul ke permukaan dan menjadi isu internasioanl, al-Qur’an sudah memberikan isyarat kepada manusia tentang perlunya perhatian dan pemeliharaan lingkungan hidup itu, al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa manusia sangat berperan untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik dan harmonis.
Berdasarkan ayat dan hadist yang telah dikemukakan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa ajaran islam yang berintikan akidah islamiyah dapat membangkitkan kesadaran ekologis kepada manusia, bagaimana seharusnya ia bergaul dengan lingkungan hidupnya, baik lingkungan yang hidup biotis ataupun benda mati ( abiotis ).
Di samping factor manusia, gangguan lingkungan hidup bisa juga terjadi karena factor alam itu sendiri. Misalnya, gempa bumi, angin topan, gunung meletus dan banjir. Faktor alami ini terjadi juga ada yang berkaitan dengan factor manusia, seperti banjir yang terjadi akibat penebangan kayu atau penggundulan hutan.


BAB VII
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Tauhid

A. Pembahasan dalam ilmu tauhid.
Aspek pokok dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha sempurna, maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu tauhid yang pokok adalah :
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda. . Dalam bagian ini termasuk pula bagian takdir.
2. Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah atau disebut pula washilah meliputi : Malaikat, Nabi/ Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang, atau disebut juga maad, meliputi : Surga, Neraka dan sebagainya.
B. Aspek-aspek dalam ilmu tauhid.
Bagian-bagian tauhid sebagai ilmu dapat dibagi dalam 5 aspek : Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah/ubudiyah, tauhid sifat, tauhid qauli dan tauhid amali.
C. Masalah-masalah yang bertentangan dengan tauhid.
Secara garis besar, masalah-masalah yang bertentangan dengan tauhid adalah kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan, dan kemunafikan.




BAB VIII
Pertumbuhan dan Perkembangan
aliran-aliran dalam Ilmu Tauhid/Kalam

A. Awal mula munculnya masalah teologi dalam islam.
Memang, fakta sejarah menunjukkan, persoalan pertama yang muncul di kalangan umat islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecahj ke dalam beberapa firqah ( kelompok/golongan ) adalah persoalan politik. Dari masalah ini kemudian lahir berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda.
1. Khawarij
Adapun yang dimaksud khawarij adalah suatu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalakan barisan karena ketidak sepakatan tyerhadap keputusan ali yang menerima arbitrase ( Tahkim ).
Secara umum ajaran-ajaran pokok khawarij adalah :
1. Orang islam yang melakukan dosa besar adalah kafir.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal ( antara Aisyah, Thalhah dan Zubair dengan Ali bin Abi Thalib ) dan para pelaku tahkim termasuk yang menerima dan membenarkan dihukumkan kafir.
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh Rakyat.

2. Murji’ah
a. Sejarah timbulnya.
Satu hal yang sulit diketahui dengan pasti ialah siapa sebenarnya pendiri atau tokoh Ulama’ aliran ini. Menurut Syahrastani, Husain bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib adalah orang yang pertama yang menyebut irja’. Akan tetapi, hal ini belum menunjukkan bahwa ia adalah pendiri Murji’ah.
Hal-hal yang melatar belakangi kehadiran Murji’ah antara lain :
1. Adanya perbedaan pendapat antara orang Syi’ah dan khawarij.
2. Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
3. Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Ustman bin Affan .
b. Ajaran-ajaran Murji’ah
a) Iman hanya membenarkan di dalam hati.
b) Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumi kafir, selama ia mengakui 2 kalimah syahadah.
c) Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.
c. Tokoh-tokoh dalam sekte Murji’ah.
Pemimpin Ulama madzhab murji’ah ialah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Sallat al Samman dan Dirar bin Umar.
Tokoh Murji’ah yang moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib.
3. Qadariyah
Madzhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran-ajaran ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Tokoh Ulama’ Qadariyah adalah Ma’bad Al-Juhari dan Ghailan Al-Dimasqi.
Pokok aliran Qadariyah antara lain adalah manusia mempunyai kemampuan untuk bertindak ( Qudrah ) dan memilih atau berkehendak.
Kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham Qadariyah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah.
4. Jabariyah
Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran Qadariyah. Paham Qadariyah pada mulanya dipelopori oleh Ja’d bin Dirham.
Pokok-pokok paham Jabariyah
Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih.
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang digerakkan oleh dalang tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
5. Mu’tazilah
Mu’tazilah lahir pada abad ke 2 H dengan Tokoh utamanya Washil bin Atha’. Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah
Ada 5 prinsip ajaran Mu’tazilah yang dirumuskan oleh Tokoh besar aliran ini, Abu Huzail Al-Hallaf :
1. Al-Tauhid (keesaan Tuhan )
2. Al-Adl ( keadilan-keadilan )
3. Al-Wa’du wal Wa’id ( janji dan ancaman )
4. Al-Manzilah bain al- Manzilatain
5. Amar Ma’ruf nahi Munkar.
Tokoh-tokoh Mu’tazilah, Washil bin Atha’, Abu Hudzail Al-Hallaf, Al-Nazzam, Al-Jubb’ai.
6. Ahlussunnah wal jama’ah
Ahlussunnah berarti pengikut Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Jama’ah artinya Sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah mengandung arti “ Penganut sunnah ( I’tikad ) Nabi dan para Sahabat beliau.
Tokoh utamanya : Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi.


* Kelebihan dari Makalah ini adalah Penjelasan yang sangat rinci beserta dengan definisi berbahasa Arab, jadi semua itu mendukung kita dalam memahami ilmu kalam dalam buku ini.
* Kekurangannya : Peletakan antara definisi yang satu dengan definisi yang lain tidak beraturan.

DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999 )